What's Your Number? Check This Out

Senin, 22 Juli 2013

Tugas Ku: Dinamika Populasi Ikan Terbang (Cypselurus spp.) (Ikhtiologi)

MAKALAH IKHTIOLOGI
DINAMIKA POPULASI IKAN TERBANG
(Cypselurus spp.)



 


Disusun Oleh:
Diana Putri Hapsari
M0410018


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013





BAB I
PENDAHULUAN

Ikan terbang banyak digunakan oleh para masyarakat untuk bahan konsumsi lokal, yang biasanya digunakan selain ikannya sendiri juga telur ikan terbang yang merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup menguntungkan. Spesies ikan terbang mempunyai penyebaran yang cukup merata di wilayah perairan, baik di daerah tropis maupun sub tropis. Namun walaupun banyak spesies yang tersebar, hanya sedikit yang mampu bertahan pada suhu dingin seperti spesies Cypselurus heterurus, C. pinnati-barbarus dan Pronichy rondellati. Dari survey yang telah dilakukan, spesies ikan terbang yang banyak ditemukan di daerah perairan tropis.
Menurut Hutomo et all (1985), pernah merangkum sekitar 53 spesies ikan terbang di dunia, yaitu 17 spesies di Samudera Atlantik, 11 spesies di Samudera Hindia, dan 40 spesies di Samudera Pasifik. Menurut Parin (1999), di bagian tengah Pasifik ditemukan 6 genera dan 31 spesies. Pada daerah katulistiwa terdapat jumlah spesies ikan terbang yang cukup banyak dan semakin ke selatan atau ke utara jumlah spesiesnya semakin sedikit.





BAB II
ISI

Dinamika populasi adalah perubahan perubahan jumlah komposisi dan struktur pada suatu populasi ikan yang disebabkan oleh adanya mortilitas, mortalitas dan reproduksi pada suatu ekosistem. Menurut Mc Naughton dan Larry (1990), dinamika populasi adalah perubahan populasi dari waktu ke waktu. Sifat khas dari populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran, laju kematian, sebaran umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (distribusi). Penentuan umur ikan dapat digunakan untuk data umur pada waktu pertama kali matang kawin, lama hidup, mortalitas, pertumbuhan dan reproduksi. Bagian tubuh ikan yang dapat digunakan untuk menentukan umur ikan adalah sisik, tulang operculum, otolith, dan jari-jari keras sirip punggung.
Menurut Hunte et all (1995) dalam siklus hidup ikan terbang memiliki umur 1-2 tahun dan akan mengalami kematian setelah mengalami fase pemijahan 1-2 kali. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah karena fase penuaan dan mungkin karena stress setelah melakukan pemijahan. Spesies ikan terbang Hirundichthys affinis setelah melakukan pemijahan pada musim pertama tidak akan ditemukan lagi pada musim pemijahan tahun berikutnya. Sehingga asumsi kematian pasca pemijahan ikan terbang lebih mendekati kemungkinan daripada asumsi adanya ikan terbang melakukan emigrasi ke luar atau turun ke lapisan yang dalam.
Pertumbuhan ikan sangat berkaitan dengan natalitasnya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor eksternal yang dominan adalah suhu dan makanan. Ikan muda tumbuh dalam siklus musim tahunan dalam pertumbuhannya. Untuk bereproduksi ikan terbang memerlukan habitat yang kondusif, ikan terbang akan bermigrasi ke perairan yang lebih subur secara berkawanan. Migrasi bukan hanya untuk mencari makan, tetapi juga untuk melakukan pemijahan. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi dinamika populasi ikan terbang.
Menurut Dwiponggo (1982), kecepatan pertumbuhan juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan tersebut akan berlainan pada tahun yang berlainan juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan.
Produksi ikan terbang di beberapa wilayah provinsi terjadi fluktuasi, bahkan di beberapa wilayah lainnya menghasilkan ikan terbang yang cukup tinggi namun pada tahun berikutnya tidak lagi menghasilkan ikan terbang lagi. Sebaliknya pada wilayah yang tidak menghasilkan ikan terbang, lalu tahun selanjutnya juga menghasilkan produksi ikan terbang. Sehingga hal ini menggambarkan bahwa terjadi peningkatan dan penurunan di beberapa wilayah. Selain itu, besarnya penurunan dan peningkatan produksi ikan terbang juga disebabkan adanya besar kecilnya upaya penangkapan yang dilakukan dalam mengeksploitasi potensi sumber daya ikan terbang di berbagai wilayah tersebut dan juga disebabkan karena adanya lintas perdagangan.
Penyebaran dan pergerakan kawanan ikan terbang di perairan Selat Makasar yang diketahui sebagai wilayah yang produksi ikan terbangnya tinggi, diduga dipengaruhi oleh pergerakan dan dinamika massa air di perairan itu. Pergerakan dan dinamika massa air di perairan ini diketahui pola siklus musim (monsoon) yang terjadi setiap tahunnya dan besaran limpahan massa air yang mengalir dari Samudera Pasifik. Hal tersebut menyebabkan massa air di perairan ini menjadi sangat dinamis dengan potensi perikanan yang beragam menjadi penting. Dari hasil pengamatan pola arus di wilayah tersebut bahwa Selat Makasar lebih banyak menerima masukan massa air dari Samudera Pasifik daripada dari Samudera Indonesia. Proses upwelling di perairan ditandai dengan adanya penurunan suhu dan konsentrasi oksigen terlarut, namun terjadi peningkatan salinitas dan kadar zat hara di daerah itu dibandingkan daerah sekitarnya. Kondisi tersebut sangat memungkinkan adanya proses penaikan massa air dari lapisan bawah ke lapisan permukaan yang membawa sejumlah massa air yang relatif dingin tapi dengan kadar zat hara yang tinggi.





BAB III
PENUTUP

            Dinamika populasi adalah perubahan perubahan jumlah komposisi dan struktur pada suatu populasi ikan yang disebabkan oleh adanya mortilitas, mortalitas dan reproduksi pada suatu ekosistem. Dinamika populasi ikan terbang dipengaruhi oleh umur, natalitas, reproduksi, suhu, makanan, perubahan lingkungan antara lain pergerakan dan dinamika massa air di perairan. Selain itu, dinamika populasi ikan juga dipengaruhi oleh upaya penangkapan dan lintas perdagangan.




DAFTAR PUSTAKA
Yahya, Muhamad Ali. 2006. Studi tentang Perikanan Ikan Terbang di Selat Makasar melalui Pendekatan Dinamika Biofisik, Musim dan Daerah Penangkapan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ardwiantoro, Arif. 2012. Dinamika Populasi Ikan Black Molly (Poecillia sp) dan Ikan Cethul. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Harahap, Tanti SR dan A. Djamali. 2005. Pertumbuhan Ikan Terbang (Hirundichthys oxychepalus) Di Perairan Binuangeun, Banten. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, (5) 2: 49-54.

Tugas Ku: Replikasi pada Virus Hepatitis C (Genetika Molekuler)

PAPER
REPLIKASI PADA VIRUS HEPATITIS C


Disusun Oleh:
DIANA PUTRI HAPSARI
M0410018



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013




            Virus hepatitis C (HCV) adalah virus berenvelop dan bermateri genetik RNA dan menyebabkan hepatitis C. Berdasarkan profil materi genetiknya, HCV digolongkan menjadi enam genotip yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Genom HCV terdiri atas daerah yang tidak ditranslasi terletak pada ujung 5’ dan 3’ (5’ dan 3’ non-translated region, NTR). Replikasi virus dikatalisis oleh RNA polimerase yang banyak mengintroduksi kesalahan pada saat replikasi dengan frekuensi kesalahan 1.4 – 1.9 x 103 nukleotida/tahun, sehingga HCV banyak mengalami mutasi.

Gambar diatas merupakan gambar dari transfer informasi dalam sel. Tanda panah warna biru mewakili keadaan khusus yang kebanyakan di virus RNA.
            Virus memerlukan bahan-bahan  dari sel organisme lain dalam bereplikasi. Replikasi pada virus secara umum dibagi menjadi 2, yaitu siklus litik dan siklus lisogenik. Siklus litik merupakan cara reproduksi virus dengan puncaknya berupa kematian dari inang. Secara umum, siklus litik terdiri dari:
1.      Adsorbsi
2.      Injeksi atau penetrasi
3.      Sintesis atau replikasi
4.      Perakitan
5.      Litik atau Lisis atau Pembebasan
DNA virus memerintahkan metabolisme sel inang untuk memproduksi enzim (lisozim) yang dapat merusak dinding sel bakteri, sehingga enzim tersebut mampu menyebabkan dinding sel lisis atau pecah.
            Pada siklus lisogenik sel inang tidak hancur namun akan disisipi oleh asam nukleat dari virus, sehingga tahap penyisipan tersebut akan membentuk provirus. Siklus lisogenik terdiri tahapan:
1.      Adsorbsi
2.      Injeksi
3.      Penggabungan
4.      Pembelahan
5.      Sintesis
Replikasi berawal dari virus mengikat permukaan sel dan masuk dengan keadaan low density lipoprotein receptor (LDLR), glukosaminoglikan (GAG), scavenger receptor class B type I (SR-BI),  protein tetrasparin CD81 dan caludin-1 (CLDN1). CLDN1 berfungsi pada tahap akhir sel masuk, mungkin pada pertemuan yang sempit hepatosit terpolarisasi. Internalisasi tergantung pada clathrin-mediated endocytosis.  Pengasaman endosome akan menginduksi fusi membran glikoprotein HCV. Proses uncoating sedikit diketahui dari adanya pembebasan genom ke sitosol.
Protein nonstruktural (NS) terdiri dari NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A, dan NS5B. Protein nonstruktural berperan dalam replikasi virus. Protein NS2 mempunyai aktivitas protease. Protein NS3 mempunyai dua aktivitas utama, yaitu serin protease dan NTPase atau helikase. Protein NS4A berperan sebagai kofaktor serin protease NS3, sedangkan NS4B belum diketahui fungsinya secara jelas. NS5A merupakan fosfoprotein yang fungsinya belum diketahui secara jelas. Protein ini bersifat hidrofilik dan sangat sensitif terhadap interferon. NS5B mempunyai peranan dalam aktivitas RNAdependent RNA polimerase (RdRp) (Tellinghuisen 2007).
  
Replikasi pada virus hepatitis


             


RNA helikase yang terdapat pada virus hepatitis C (HCV) dikodekan oleh protein NS3 RNA helikase (Ceng et al. 2007). Enzim ini juga memiliki aktivitas ATPase dan pengikatan terhadap untai RNA. Mekanisme kerja dari RNA helikase pertama-tama adalah mengikat untai RNA pada ujung 3’. ATP akan terikat pada sisi aktif enzim tersebut dan dihidrolisis oleh RNA helikase menjadi ADP dan fosfat anorganik. Energi yang dilepaskan digunakan oleh RNA helikase untuk membuka ikatan hidrogen pada dupleks RNA. Enzim akan bergerak sepanjang arah 3’-5’ dalam memisahkan kedua untai RNA dan berperan dalam proses translasi, pembentukan poliprotein, dan memutus interaksi RNA dengan protein (Gambar 3) (Utama et al.2000).

Virus membutuhkan protein selular untuk replikasi. Virus hanya berisi minimal materi genetik dan karena itu membutuhkan sel inang untuk replikasi. Faktor sel penting yang diperlukan untuk replikasi virus hepatitis C adalah cyclophilin, yang mempromosikan lipat protein yang tepat dan pembentukan majelis protein besar. Sebuah sel berisi berbagai varian cyclophilins yang dihambat oleh turunan siklosporin dan siklosporin. Tim peneliti dari Heidelberg menganalisa sel hati untuk menentukan cyclophilin penting untuk replikasi virus hepatitis C. Mereka menemukan bahwa hanya memblokir cyclophilin A menyebabkan penghambatan replikasi virus lengkap. Dua efek komplementer bertanggung jawab untuk menghambat replikasi virus hepatitis C, yaitu cyclophilin A diperlukan baik untuk pembentukan mesin replikasi virus dan untuk aktivitas dari enzim virus yang sangat penting untuk perakitan partikel virus menular.
Infeksi hepatitis C virus (HCV) sering terdapat pada pasien dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) karena rute transmisi virus yang sama. Koinfeksi HCV/HIV menyebabkan peningkatan abnormalitas fungsi hati, peningkatan replikasi virus HCV, akselerasi proses fi brosis hati, dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan monoinfeksi HCV maupun monoinfeksi HIV. Mekanisme peningkatan replikasi virus HCV dan akselerasi proses fi brosis hati pada koinfeksi HIV/HCV dapat dijelaskan dengan adanya supresi sistem imun karena berkurangnya sel CD4, adanya interaksi antara virus dan produk gennya (pada hepatosit maupun pada sel hepar lainnya), serta efek tidak langsung pada hepar sekunder dari infeksi HIV pada organ lain.



DAFTAR PUSTAKA
Haurissa, Andreass Erick, Darmadi dan Theresia Ilyan. 2013. Tata Laksana Koinfeksi Hepatitis C pada Infeksi Human Immunodeficiency Virus. 40 (2).


Tugas Ku: Klasifikasi Makhluk Hidup secara Molekuler dan Morfologi (Genetika Molekuler)

TUGAS GENETIKA
KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP SECARA MOLEKULER DAN MORFOLOGI




Disusun Oleh:
DIANA PUTRI HAPSARI
M0410018

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

2013



Klasifikasi Makhluk Hidup secara Molekuler dan Morfologi

            Sebenarnya tujuan dari pengklasifikasian makhluk hidup untuk  mempermudah mengenal sifat suatu spesies lain ang merupakan anggota kelompok yang sama atau dengan melihat nama kelompoknya. Tumbuan dan hewan sangat banyak dan beragam sehingga untuk mempermudah dalam mengenalnya dilakukanlah klasifikasi. Pengelompokan makhluk hidup menurut persamaan ciri yang dimiliki merupakan klasifikasi yang dari dulu digunakan sampai sekarang.
Berdasarkan cara pengelompokannya , sistem klasifikasi dibedakan menjadi sistem artifisial, sistem alamiah dan sistem filogeni. Sistem artifisial atau buatan merupakan klasifikasi yang dilakukan berdasarkan struktur morfologis, anatomi dan fisiologis. Fisiologis disini dititik beratkan pada alat perkembangbiakan dan habitat makhluk hidup. Sistem alamiah adalah klasifikasi yang terbentuk secara alami atau yang sesuai menurut alam tentang banyak sedikitnya persamaan, terutama morfologi. Sistem filogeni adalah klasifikasi yang berdasarkan pada teori evolusi. Teori evolusi menyatakan bahwa spesies yang berada di permukaan bumi akan terus mengalami perubahan yang sejalan dengan perubahan lingkungan dan akhirnya menghasilkan spesies yang berbeda daripada spesies awal tadi.
            Dua sistem klasifikasi awal, yaitu sistem artifisial dan sistem alamiah, lebih mengacu pada morfologi makhluk hidup dalam pengelompokannya. Sedangkan sistem filogeni meliputi perubahan susunan gen yang terdapat di dalam tubuh makhluk hidup. Perubahan gen tersebut akan mengakibatkan perubahan sifat organisme tersebut. Sifat makhluk hidup yang berubah dapat berupa bentuk fisik yang terjadi karena adanya ekspresi dari genotip di dalam tubuh sehingga mempengaruhi fenotipnya.  Proses dari sistem filogeni ini berlangsung lambat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan sistem ini dapat mengetahui dengan jelas jarak hubungan kekerabatan antar takson. Semakin dekat jaraknya maka semakin banyak persamaan yang ada.
            Eduard Chatton (1939) juga menggunakan dasar klasifikasi dengan mengetahui ada tidaknya membran yang membungkus inti sel, yang kemudian mengklasifikasikan antara eukariotik dan prokariotik. Walaupun ada perbedaan antara klasifikasi menurut morfologi dan molekuler, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena akhir dari hierarki klasifikasi yang paling rendah adalah spesies yang merupakan populasi yang setiap individunya memiliki kesamaan pada sifat morfologi, anatomi, fisiologi, jumlah kromosom dan susunan kromosomnya yang berkembang bersama. Namun semakin majunya teknologi yang ada maka sistem klasifikasi pun akan semakin berkembang terutaman dalam biologi molekuler.

Tugas Ku: Evolusi Kupu-Kupu (Evolusi)

MAKALAH EVOLUSI
EVOLUSI KUPU-KUPU







Disusun oleh:
DIANA PUTRI HAPSARI
M0410018




JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013





BAB I
PENDAHULUAN

Evolusi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang sejarah asal usul makhluk hidup dan keterkaitan genetik antara makhluk hidup satu dengan yang lainnya. Evolusi terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Evolusi sendiri dapat terjadi karena adanya variasi genetik dan seleksi alam. Dengan variasi genetik menimbulkan banyak sifat baru dimana variasi genetik dapat terjadi karena mutasi gen. Selain itu, seleksi alam juga merupakan mekanisme evolusi. Seleksi alam menuntut setiap organisme dapat mempertahankan hidupnya sehingga akan terjadi perubahan morfologi, fisiologi dan tingkah laku.
Kupu-kupu melakukan evolusi karena didorong oleh suatu faktor yang dominan yaitu adaptasi dan seleksi alam. Lingkungan yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga makhluk hidup yang terdapat di lingkungan tersebut harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang ada. Adaptasi sendiri dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, jika makhluk hidup tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka akan punah. Salah satu bukti evolusi pada kupu-kupu Biston betularia yaitu pada masa revolusi industri di Inggris.




BAB II
ISI

            Evolusi merupakan suatu perubahan pada makhluk hidup yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga terbentuk spesies baru. Dimana evolusi akan mempelajari sejarah asal usul makhluk hidup dan keterkaitan genetik antara makhluk hidup satu dengan yang lainnya.  Evolusi dapat terjadi karena adanya mekanisme evolusi variasi genetik dan seleksi alam. Variasi genetik terbentuk karena adanya mutasi gen, sehingga dapat membentuk spesies-spesies baru lagi. Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan reproduksi), seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dan keanekaragaman yang melekat diantara individu organisme yang menyusun suatu populasi. Seleksi alam diperlukan karena lingkungan selalu berubah-ubah sehingga makhluk hidup harus mampu bertahan untuk kelangsungan hidupnya, sehingga makhluk hidup yang dapat melewati seleksi alam harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Jika suatu makhluk hidup tidak mampu beradaptasi dan tidak dapat lolos dari seleksi alam maka akan mengalami kepunahan.
            Pada awalnya evolusi kupu-kupu muncul saat terjadi revolusi industri di Inggris. Pada saat itu revolusi industri besar-besaran di Inggris, lingkungan di Inggris menjadi lebih gelap oleh polusi. Kupu-kupu Biston betularia bersayap gelap lebih adaptif daripada yang bersayap cerah, sehingga kupu-kupu yang bersayap cerah mudah ditangkap oleh predator.







Padahal sebelum revolusi industri terjadi, spesies kupu-kupu Biston betularia kebanyakan yang berwarna cerah, anmun setelah revolusi industri banyak ditemukan kupu-kupu bersayap gelap. Tembok-tembok dan habitat kupu-kupu berubah menjadi gelap akibat banyaknya asap dari pabrik, maka kupu-kupu bersayap gelaplah yang mampu beradaptasi dan bertahan hidup sedangkan kupu-kupu bersayap cerah punah.

  




            Sebuah tim Rusia-AS menemukan bahwa setiap tanda sayap kupu-kupu berbeda-beda terkait erat dengan ruang geografisnya. Warna-warna sayap pada kupu-kupu tampaknya berevolusi seperti ‘team strip’, sehingga kupu-kupu dengan mudah mengidentifikasi spesies lain sebagai calon pasangannya. Proses ini disebut dengan ‘reinforcement’ atau penguatan, dimana mampu mencegah spesies yang terkait erat dari kawin silang sehingga mendorong untuk berpisah secara genetik dan spesiasi. Itu merupakan spekulasi dari para ilmuwan selama bertahun-tahun tanpa melihatnya di alam. Fenomena ‘reinforcement’ merupakan salah satu yang memiliki mekanisme dari seleksi alam dalam memainkan peran dalam spesiasi.
            Dua jenis yang berbeda dengan spesies yang sama harus berhenti kawin dengan satu sama lain dalam waktu yang cukup lama untuk tumbuh terpisah secara genetik yaitu dengan isolasi geografis. Suatu populasi dipisahkan oleh pegunungan atau sungai pada rastusan generasi, jika mereka bertemu kembali maka mereka tidak lagi mampu berkembang biak. Tetapi isolasi geografis tidak cukup menjelaskan tentang proses spesiasi. Maka mekanisme lain yang secara teoritis dapat memisahkan suatu spesies adalah isolasi reproduksi. Isolasi terjadi ketika suatu makhluk hidup tidak dipisahkan secara fisik, tetapi ‘memilih’ untuk tidak berkembang biak dengan satu sama lainnya sehingga menyebabkan isolasi genetik. Isolasi reproduksi lebih sulit untuk dijelaskan daripada isolasi geografis, maka dari itu para ahli biologi sangat antusias tentang famili kupu-kupu.
            Tim Harvard menemukan saat mempelajari kupu-kupu genus Agrodiaetus yang memiliki habitat yang luas di Asia. Kupu-kupu betina berwarna coklat sedangkan kupu-kupu jantan memiliki banyak warna sayap mulai dari perak dan biru sampai coklat. Ditemukan juga bahwa jika spesies dari Agrodiaetus yang terkait erat terpisah secara geografis, mereka terlihat cenderung terlihat sangat mirip. Dimana artinya, mereka tidak menampilakn khas ‘team strip’. Tetapi jika spesies yang serupa terkait erat yang hidup secara side-by-side, yang terlihat sangat berbeda dengan ‘team’nya. Efeknya adalah mengecilkan kemungkinan terjadinya kawin antar spesies, sehingga akan mendorong isolasi genetik dan perbedaan spesies. Perbedaan dalam warna sayap jantan lebih kuat ketika spesies tersebut berbagi habitat dibandingkan saat mereka tidak berbagi.
            Alasan penyokong evolusi munculnya ‘team strip’ dalam spesies yang terkait, atau subspesies, hidup side-by-side adalah bahwa hibridasi biasnya hal tidak diinginkan. Oleh karena itu seleksi alam akan mendukung cara untuk membedakan spesies.
            Terdapat kupu-kupu hibrida yang dapat menunjukkan bukti adanya evolusi. Para ilmuawan telah berhasil mengembangkan kupu-kupu hibrida yang warna tubuhnya merupakan kombinasi dari dua jenis kupu-kupu. Bukan hanya hasil perkawinan silang dari dua jenis spesies, namun kupu-kupu hibrida ini membuktikan evolusi dapat berjalan dua arah, karena biasanya spesies baru terbentuk dari satu jenis spesies yang berkembang menjadi dua. Kupu-kupu hibrida tersebut merupakan hasil dari perkawinan silang antara Heliconius cydno yang memiliki sayap berwarna hitam dengan corak putih dan kuning dengan Heliconius melpomene yang berwarna hitam bercorak merah dan orange. Hasil persilangannya memiliki sayap berwarna  hitam corak berwarna merah dan kuning. Pada habitat tempat kedua kupu-kupu tersebut ditemukan kupu-kupu jenis Heliconius heurippa yang uniknya pewarnaan pada tubuh Heliconius heurippa mirip dengan pewarnaan yang ditemukan pada kupu-kupu hibrisa yang dikembangkan, yang memiliki tubuh hitam dengan corak berwarna merah dan putih. Dicurigai bahwa Heliconius heurippa merupakan hibrida liar hasil dari persilangan Heliconius cydno dengan Heliconius melpomene.
Hewan hibrida memiliki ketahanan tubuh yang lebih lemah daripada induknya. Ketahanan tubuh yang dimaksud adalah ukuran kemampuan makhluk hidup untuk berkembang biak dan bertahan hidup. Keturunan pertama yang berjenis kelamin betina steril, tetapi yang jantan tidak. Kupu-kupu Heliconius heurippa jantan yang subur mungkin akan terus kawin dengan kupu-kupu betina dari salah satu jenis induknya sampai suatu ketika menghasilkan keturunan betina yang tidak steril. Proses terbentuknya spesies baru dari keturunan silang yang subur ini disebut dengan backcrossing. Namun pendapat ini diragukan oleh beberapa ilmuwan, karena kupu-kupu hibrida akan sulit terbentuk di habitat yang relatif sama dengan kupu-kupu induknya, sebab mereka tidak begitu terisolasi, salah satu kondisi untuk membentuk spesies baru. Namun para peneliti menemukan bahwa kupu-kupu Heliconius heurippa memiliki minat yang lebih besar untuk kawin dengan spesies sejenisnya daripada dengan dua spesies asalnya. Menurut Mavarez, jika corak berwarna kuning atau merah pada kupu-kupu hibrida betina, kupu-kupu jantan hibrida tidak lagi begitu tertarik untuk mendekat. Di habitat alami, pemilihan pasangan secara selktif adalah salah satu bentuk isolasi reproduksi yang efektif.




BAB III
PENUTUP

            Evolusi pada kupu-kupu biasanya yang berperan penting adalah adaptasi dan seleksi alam. Kupu-kupu yang tidak mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya maka disebut gagal dalam melalui seleksi alam. Seleksi alam terjadi karena adanya perubahan-perubahan yang ada di lingkungan sehingga kupu-kupu harus mampu menyesuaikan diri. Evolusi kupu-kupu juga terjadi karena isolasi geografis dan isolasi reproduksi. Suatu populasi yang terpisah oleh pegunungan atau sungai saat bertemu kembali tidak mampu berkembang biak, namun itu masih diragukan dalam evolusi kupu-kupu. Isolasi reproduksi terjadi karena kupu-kupu ‘memilih’ untuk tidak berkembang biak dengan satu sama lainnya sehingga menyebabkan isolasi genetik.






DAFTAR PUSTAKA
http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/4708459.stm [Diakses pada tanggal 30 April 2013]

http://www.plengdut.com/2012/10/teori-evolusi.html [Diakses pada tanggal 30 April 2013]

Tugas Ku: Jerapah (Giraffa camelopardali) Hewan Tertinggi di Daratan (Ekomorfologi Hewan)

MAKALAH EKOMORFOLOGI HEWAN
JERAPAH (Giraffa camelopardali) HEWAN TERTINGGI DI DARATAN




Disusun Oleh:
Diana Putri Hapsari
M0410018



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013





Jerapah (Giraffa camelopardalis) atau zarafah adalah mamalia berkuku genap endemik Afrika dan merupakan spesies hewan tertinggi yang hidup di darat. Jerapah jantan dapat mencapai tinggi 4,8-5,5 meter dan memiliki berat yang dapat mencapai 1.360 kilogram. Jerapah betina biasanya sedikit lebih pendek dan lebih ringan. Jerapah berkerabat dengan rusa dan sapi tetapi dari suku yang berbeda, yaitu Giraffidae, yang mencakup jerapah sendiri dan kerabat terdekatnya, Okapi. Habitat aslinya melingkupi area dari Chad sampai dengan Afrika Selatan. Nama camelopardalis diambil karena jerapah dianggap sebagai bastar unta (camel) dan macan tutul (leopard). Ada sembilan subspesies dari jerapah sendiri, antara lain Jerapah Kanibal (G.c.reticulata) atau Reticulated Giraffe, Jerapah Angola (G.c.angolensis) atau Smoky Giraffe, Jerapah Kordofan (G.c.antiquorum), Jerapah Masai atau Jerapah Kilimanjaro (G.c.tippelskirchi), Jerapah Nubia (G.c.camelopardalis), Jerapah Rothschild atau Jerapah Baringo atau Jerapah Uganda (G.c.rothschildi), Jerapah Afrika Selatan (G.c.giraffa), Jerapah Thornicorft atau Jerapah Rhodesia (G.c.thornicrofti), dan Jerapah Afrika Barat atau Jerapah Nigeria (G.c.peralta). Dari hasil studi molekuler menunjukkan variasi geografis dalam pola warna kulit bulu adalah bukti bahwa berlakunya isolasi reproduktif antara jerapah-jerapah di sub-Sahara, Afrika. Perbedaan dari subspesies jerapah tersebut terletak pada bercak di tubuhnya.
Subspesies dari jerapah berdasarkan warna dan variasi pola di tubuhnya:
1.      Jerapah Kanibal atau Reticulated Giraffe (G.c. reticulata)
Bercak tubuh berwarna coklat muda kemerah-merahan dikelilingi garis berwarna putih terang, membentuk pola poligon seperti jala yang besar-besar. Bercak bisa berlanjut sampai ke kaki. Habitatnya berada di timur laut Kenya, Ethiopia, Somalia.
2.      Jerapah Angola atau Smoky Giraffe (G.c. angolensis)
Bercak yang dimiliki berukuran besar dan kecil secara tidak teratur. Bercak berlanjut hingga di bawah lutut. Habitat hidup dari jerapah ini adalah di Angola, Zambia.
3.      Jerapah Kordofan (G.c antiquorum)
Bercak di tubuh berukuran kecil, lebih tidak teratur dan bercak juga terdapat di bagian kaki sebelah dalam. Habitat mereka di Sudan bagian barat dan barat daya.
4.      Jerapah Masai atau Jerapah Kilimanjaro (G.c. tippelskirchi)
Bercak berbentuk seperti daun anggur, dimana berwarna coklat tua dengan pinggiran yang tidak rata dan dikelilingi garis berwarna kekuningan. Habitat hidupnya di Kenya bagian tengah dan selatan, Tanzania.
5.      Jerapah Nubia (G.c. camelopardalis)
Bercak berbentuk hampir persegi empat, berwarna coklat terang di atas dasar berwarna cream. Sedangkan bagian dalam dan bagian bawah lutut bebas dari bercak. Habitat mereka di bagian timur Sudan, timur laut Kongo.
6.      Jerapah Rothschild atau Jerapah Baringo atau Jerapah Uganda (G.c. rothschildi)
Bercak berbentuk persegi empat dengan gradiasi warna latar berwarna cream di bagian pinggir dan bercak bisa sampai ke bagian bawah lutut. Habitat hidupnya jerapah ini adalah Uganda, Kenya bagian tengah sampai timur.
7.      Jerapah Afrika Selatan (G.c. giraffa)
Bercak berbentuk bundar atau tutul-tutul, beberapa diantaranya membentuk pola seperti bintang. Latar belakang bercak warna coklat muda yang terang. Bercak atau tutul bisa sampai ke bagian telapak kaki. Habitatnya di Afrika Selatan, Namibia, Botswana, Zimbabwe dan Mozambik.
8.      Jerapah Thornicroft atau Jerapah Rhodesia (G.c thornicrofti)
Bercak berbentuk bintang atau daun, berlanjut sampai ke kaki bagian bawah. Habitatnya di Zambia bagian timur.
9.      Jerapah Afrika Barat atau Jerapah Nigeria (G.c. peralta)
Bercak berwarna merah kekuningan yang pucat. Habitatnya di Chad.
Hierarki klasifikasi:
Famili  : Animalia
Filum   : Chordata
Class    : Mammalia
Ordo    : Artiodactyla
Genus  : Giraffa
Spesies: Giraffa cameleopardalis
Hal yang mencolok dari jerapah adalah ukuran leher dan kaki dari jerapah yang panjang. Dalam studi Profesor Mitchell dalam Journal of Zoology menyebutkan bahwa jerapah berinvestasi lebih untuk pertumbuhan lehernya daripada bagian tubuh lain, tetapi itu sama-sama dilakukan oleh jerapah jantan maupun betina. Beberapa ahli menduga leher jerapah berevolusi menjadi seperti ini karena kakinya berevolusi serupa. Kaki yang panjang tersebut dibutuhkan untuk menghindari terkaman predator. Dengan kaki panjangnya bisa mencapai 1,8 meter dan berlari sampai 55-56 km/jam. Jarak jelajah dari jerapah sering kali lebih dari 100 m2. Secara garis lurus, kaki-kaki panjang jerapah bisa long march 50-300 km.
Teori seleksi alam yang paling didukung, yakni leher panjang memberi keuntungan bagi jerapah daripada hewan pengunyah lainnya dalam mencari makan, seperti rusa atau kijang. Dengan leher yang panjang teradapatasi secara morfologi, jerapah menggunakannya untuk menjangkau dedaunan dan pucuk pohon yang tidak bisa diraih hewan lain. Bukan hanya kaki dan leher yang panjang, tetapi lidah dari jerapah pun juga panjang sehingga dapat menjulur 0,5 m untuk mencecap batang-batang Akasia.
Jerapah merupakan hewan cursorial karena dapat bergerak di atas tanah dengan mudah, cepat dan dapat mencapai jarak yang jauh. Jerapah berjalan dan berlari dengan quadrupedal yaitu menggunakan 4 kakinya. Bentuk kaki dari jerapah adalah unguligrade, dimana kaki bertumpu pada kukunya.  Secara biologi dan anatomi, tulang jerapah tidak berefek pada berat jenisnya. Tubuh yang tinggi dari jerapah juga membantu mereka dalam mengenali musuhnya (terutama singa) saat musuh bersembunyi dari jerapah. Karnivora diserang dengan tubuh besarnya
dan tendangan yang kuat, tetapi buaya masih dapat menyerang kaki jerapah saat jerapah minum. Saat minum, mereka membuka kaki membentuk huruf V, metode ini digunakan untuk membantu mereka agar mulutnya dapat mencapai air. Badan jerapah seperti itu secara mengejutkan bahwa mempunyai jumlah tulang belakang lehernya yang sama dengan manusia. Jerapah juga mempunyai ‘tanduk’ kecil atau kenop di bagian atas kepalanya yang tumbuh sekitar 5 inci. Kenop tersebut digunakan untuk melindungi kepala saat berkelahi. Leher dan kaki pada jerapah tersusun oleh 7 tulang leher dan tulang metapodial lebih dari tulang kaki proximal. Tulang limb distal jerapah memiliki diameter yang kecil dan lebih ramping dari pada yang diprediksikan.



Tugas Kelompok Ku: Analisis Permasalahan Ekologi Tempat Wisata "Hilangnya Pamor Taman Satwa Taru Jurug" (Ekologi Pariwisata)

TUGAS EKOLOGI PARIWISATA
ANALISIS PERMASALAHAN EKOLOGI TEMPAT WISATA
“Hilangnya Pamor Taman Satwa Taru Jurug”


 





Disusun oleh:
                Arum Asri T                (M0410007)
                Diana Putri H              (M0410018)
                Fiky Ameiliana D.P     (M0410028)
                Tesya Novandau G     (M0410061)
                Yan Bagus M.F           (M0410068)



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Taman Satwa Taru Jurug merupakan salah satu objek wisata di Kota Surakarta yang dibangun pada tahun 1878.  Taman Satwa Taru Jurug dulunya bertempat di Sriwedari tepat di tengah Kota Solo. Seperti kebun binatang Bandung yang berada di Bandung Tengah. Dengan alasan penataan kota, Sriwedari diubah menjadi Taman Hiburan Rakyat (THR) dengan berbagai macam koleksi mainan. Taman Satwa Taru Jurug lokasinya persis di pinggir jalan utama antar kota antar propinsi yang menghubungkan Solo dengan Karanganyar, juga bersebelahan dengan Sungai Bengawan Solo yang legendaris. Sehingga praktis, masyarakat dari manapun bisa singgah ke Taman Jurug. Taman Jurug terletak di Jalan Ir. Soetami bersebelahan dengan kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Koleksi binatang antara lain singa, merak hijau, macan tutul, harimau sumatera, ular, komodo, iguana, kuda, landak, burung dan berbagai macam unggas lainnya, beruang, kera, zebra, unta, buaya, merak, kijang, gajah, siamang, dan berbagai fauna lainnya. Gajah tertua yang bernama Kyai Rebo di Jurug telah mati dan kini telah diawetkan dan dipajang di galeri koleksi binatang Taman Jurug persis setelah pintu masuk. Selain fauna, Taman Jurug juga mengoleksi berbagai tumbuhan seperti pohon cemara, pinus, munggur  (trembesi),flamboyan, akasia, ketapang kencana, bambu cinta, dan pohon-pohon besar lainnya. Pohon-pohon yang tinggi dan rindang ini cukup membuat suasana sejuk seperti di hutan habitat asli binatang-binatang itu. Di dalam TSTJ ini juga terdapat danau kecil yang nampak Pulau kecil yang ditinggali orang utan bernama Tori dan keluarganya. Selain itu juga terdapat taman Gesang, aneka barang dagangan dari makanan, cindera mata dan mainan anak- anak.
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) berlokasi di timur kota Solo, dekat perbatasan dengan Karanganyar. Taman wisata yang dahulu sempat menjadi andalan pariwisata di kota Solo ini, kini seakan kehilangan pamornya karena kurangnya pengelolaan selama bertahun- tahun. Hal ini menyebabkan pemasukan dana bagi perawatan tempat dan hewan menurun. Hewan-hewan yang ada di dalamnya pun jadi kurang terawat. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab berkurangnya pengunjung yang datang. Namun demikian semua ini belum terlambat apabila pemerintah, pengelola dan masyarakat sekitar ikut andil dalam menjadikan Taman Satwa Taru Jurug ini menjadi primadona kota Solo.
B.     Rumusan Masalah
1.      Permasalahan apa saja yang ada di Taman Satwa Taru Jurug dilihat dari segi ekologinya?
2.      Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan di Taman Satwa Taru Jurug?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui Permasalahan di Taman Satwa Taru Jurug dilihat dari segi ekologi
2.      Memberikan solusi pada masalah-masalah yang ada di Taman Satwa Taru Jurug
D.    Manfaat
Memberi gambaran pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug agar sesuai dengan konsep ekowisata.




BAB II
ISI
A.    Analisis Ekologi Permasalahan Taman Satwa Taru Jurug
1.      Pengertian Kebun Binatang/ Taman Satwa
Batasan pengertian taman satwa menurut PKBSI (Perkumpulan Kebun Binatang Se- Indonesia) yaitu:
a.       Suatu tempat atau wadah yang terbentuk taman dan atau ruang terbuka hijau dan atau jalur hijau yang merupakan tempat untuk mengumpulkan, memelihara kesejahteraan dan memperagakan satwa liar untuk umum yang diatur penyelenggaraannya sebagai lembaga konservasi ex situ.
b.      Satwa liar yang dikumpulkan dalam wadah taman satwa adalah satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan, dan akan akan dipertahankan kelestarian jenisnya dengan cara dipelihara, ditangkarkan di luar habitatnya.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P53/Menhut-11/2006 tentang Lembaga Konservasi bahwa kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis melalui kegiatan penyelamatan, rehabilitasi, dan reintroduksi alam dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian/ pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sarana rekreasi yang sehat.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pengelolaan taman satwa, satwa- satwa di dalamnya harus diperlakukan mirip dengan perilaku hidupnya di alam bebas misal seperti iklim, habitat, jenis makanan, kehidupan sosialnya (hewan dikurung dalam grup sosial yang memadai), reproduksinya, kalaupun harus dikandang, kandang tersebut harus memenuhi memiliki kode etik yang berlaku untuk hewan. Kebun binatang yang menjalankan fungsinya sebagai pendidikan harus menunjukkan pengelolaan yang memperhatikan animal welfare. Papan- papan berisi slogan-slogan animal welfare digalakkan di setiap sudut kebun binatang. Selain slogan juga deskripsi satwa dan papan- papan peringatan untuk berhati- hati di dekat kandang hewan buas dan dilarang memberikan makanan untuk kepentingan diet nutrisi dari hewan menjaga jumlah dan jenis makanan agar sesuai dan baik untuk binatang. Dalam hal ini diperlukan petugas pengawas yang ramah namun tegas dalam memperingatkan pengunjung akan hal itu. Pengelolaan seperti ini membutuhkan banyak tenaga ahli dari kalangan veteriner, pemerhati lingkungan dan ekologi dan juga staff- staff lain yang telah mendapatkan pelatihan dan keterampilan untuk benar-benar peduli terhadap satwa yang sensitif.
Ruang yang cukup besar, kontak manusia yang minimal, dan populasi dengan jumlah memadai untuk menghindari efek negatif penangkaran yang sejenis juga diperlukan. Begitu pula dengan pola makan alami satwa terdiri dari berbagai makanan segar, tapi di kebun binatang persediaannya tidak beragam atau segar. Oleh karenanya perlu ahli nutrisi hewan yang khusus menangani pakan dan nutrisi hewan. Memberi makan hewan biasanya dilakukan dalam jumlah kecil namun sepanjang hari karena perut mereka terbiasa menerima makanan dari alam seperti itu.
  

B.     Analisa SWOT Taman Satwa Taru Jurug
1.      Strength / Kekuatan :
a.       Terletak di kota Solo yang mungkin memang berukuran kecil dibanding kotamadya lain di Jawa Tengah namun auranya tidak kalah dengan kota-kota besar di Indonesia. Hal ini tidak lain karena Solo memiliki sejarah masa lalu dan masih terasa pengaruhnya hingga kini. Dan hal ini dikarenakan adanya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
b.      Taman Jurug letaknya sangat strategis baik dari Kota Solo maupun dari kota-kota di sekitarnya seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo.
c.       Taman Jurug Solo menyimpan berbagai koleksi flora dan fauna yang cocok   sebagai sarana edukasi bagi pengunjung terutama anak- anak.
d.      TSTJ dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memanjakan pengunjung seperti masjid yang berada di pinggiran danau, arena bermain anak, kereta mini untuk mengelilingi Taman Jurug, taman Gesang, aneka barang yang dijual dan warung yang bervariasi serta fasilitas menunggang gajah dan unta. Pada waktu tertentu, juga dapat menyaksikan atraksi reog/jaran dor, penampilan sejenis debus di Banten. Sehingga selain sebagai Kebun Binatang, Jurug juga menjadi Taman Budaya Surakarta.
2.      Weakness/ Kelemahan :
a.       Terdapat sampah di beberapa plot yang terbuka sehingga menimbulkan bau tidak sedap
b.      Beberapa akses jalan rusak, becek dan licin (berlumut)
c.       Di beberapa lokasi rumput meninggi tidak terawat
d.      Kekurangan flora berwarna (jenis bunga)
e.       Aneka flora membuat tempat ini menjadi rindang namun beberapa flora tumbuh terlalu besar seperti di Taman Gesang sehingga taman Gesang tampak gelap, kurang cahaya yang masuk dan lembab serta berlumut
f.       Danau kotor terdapat sampah ditengah dan air keruh
g.      Terdapat beberapa bangunan yang tidak terpakai, rusak namun tidak diperbaiki seperti kantor promosi dan informasi, koperasi bakul, seperti pos keamanan, warung- warung yang sudah tidak digunakan, bekas aquarium ikan air tawar
h.      Banyak fasilitas bermain anak yang rusak
i.        Patung- patung di taman Gesang berlumut dan kotor
j.        Tempat- tempat untuk berteduh kotor tidak terawat
k.      Di area pinggiran dekat sungai kurang kokoh menahan apabila sewaktu- waktu terjadi banjir
l.        Bangunan MCK dari luar tampak rapuh dan kurang terawat
m.    Kandang banyak yang berkarat  dan kotor
n.      Deskripsi hewan di depan kandang kurang lengkap dan papan nama pada setiap kandang ada yang salah maupun tidak ada
o.      Atap kandang aves rusak
p.      Keamanan kandang kurang seperti kandang gajah tidak ditutup, pagar besi di luar yang awalnya dari besi ada yang rusak baru ditambal dengan kayu
3.      Opportunity/ Peluang :
a.       Taman satwa yang dapat menjadi sarana edukasi sekaligus taman budaya kota Solo yang menampilkan diantaranya : setiap hari Ahad dan hari libur Nasional pengunjung dapat menikmati lantunan lagu-lagu keroncong  Jawa, syawalan di Taman Jurug yaitu mengarak Joko Tingkir dengan mengendarai buaya untuk mengingat sejarah Joko Tingkir yang merupakan tokoh sejarah kerajaan Surakarta bergelar Senopati ing Ngalogo dikabarkan menyusuri kota Solo dengan mengendarai buaya
b.      Lokasi wisata andalan kota Solo yang dapat menarik banyak pengunjung untuk meningkatkan pemasukan daerah
c.       Museum yang menarik wisatawan karena terdapat koleksi benda bersejarah seperti adanya patung Gesang dan sanggar seninya sang maestro pencipta lagu Bengawan Solo yang melegenda. Konon kabarnya, Gesang memperoleh inspirasi lagu Bengawan Solo ketika sedang berada di taman ini. Selain itu terdapat galeri yang menyimpan gajah tertua yang bernama Kyai Rebo di Jurug yang telah mati dan kini telah diawetkan dan dipajang di galeri koleksi binatang Taman Jurug persis setelah pintu masuk.
d. Arena permainan yang menyenangkan di air menggunakan perahu bebek yaitu melintasi di perairan danau dimana terdapat kolam besar  bersebelahan dengan kandang komodo yang digunakan untuk naik perahu bebek, perahu motor di Bengawan Solo sekaligus menikmati rindangnya pepohonan di sekitar Taman Jurug dan tebing-tebingnya yang menawan, perahu kecil di kolam buatan untuk anak- anak, permainan flying fox, taman bermain anak yang lengkap dan aman.
e.       Menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar yang menjual aneka sajian kuliner khas kota Solo yang beranekaragam, cinderamata khas Jurug serta solo, mainan anak- anak yang edukatif yang dapat menanamkan kecintaan pada flora, fauna serta lingkungan
4.      Threatening/Ancaman :
a.     Banjir di sungai Bengawan Solo mengancam keselamatan flora, fauna dan bangunan- bangunan terutama di area yang berdekatan sungai 
b.     Fasilitas yang tidak terawat dapat membahayakan pengunjung, seperti permainan anak yang sudah rusak namun belum diperbaiki, bangunan yang sudah tidak terawat dan lapuk, kandang yang sudah mulai rusak dapat menyebabkan fauna keluar dari kandangnya.
c.     Fauna yang tidak terpelihara dengan baik dapat menyebabkan kematian pada fauna tersebut.
d.      Korosi pada kandang dapat mempermudah rapuhnya kandang dan mengurangi keindahan kandang
e.       Perawatan yang tidak baik pada satwa dapat menyebabkan satwa mati
f.       Pengawasan yang kurang baik dan kelalaian petugas memungkinkan satwa lepas dan membahayakan nyawa mahluk hidup di sekitarnya
g.      Pengunjung yang tidak memiliki pengetahuan tentang satwa dan kode etik yang cukup seperti memberi makan hewan, memberi rokok pada orang utan, mengganggu satwa dapat membuat satwa tidak nyaman dan mungkin menjadi marah yang dapat membahayakan
h.      Musim hujan rawan jalanan yang non aspal menjadi licin berlumut genangan air yang becek dan mengundang nyamuk
i.        Aksi vandalisme di dalam TSTJ dapat merusak pemandangan

C.    Solusi Permasalahan Taman Satwa Taru Jurug
1.      Pengelola seharusnya dikelola juga dari orang yang berlatar belakang mengenai hewan dan juga lingkungan. Sehingga Taman Satwa Taru Jurug dapat terawat dengan baik. Selain itu pengelola yang dipilih juga harus loyal dalam pekerjaannya.
2.      Disediakan tempat sampah yang cukup dan dipisahkan antara sampah organik dan anorganik selain itu juga dilakukan pengawasan rutin dan diberi peringatan jika perlu dikenakan denda bagi yang membuang sampah sembarangan
3.      Dilakukan pemotongan berkala pada tanaman baik pohon maupun rerumputan, agar tidak terdapat binatang-binatang liar yang bersembunyi di balik rerumputan
4.      Dilakukan perbaikan pada akses-akses jalan yang becek, rusak dan licin
5.      Bangunan-bangunan tidak terpakai dihancurkan dan dibersihkan puing-puingnya atau diperbaiki kembali untuk difungsikan
6.      Fasilitas bangunan MCK diperbaiki dan dicat kembali
7.      Kandang-kandang yang berkarat dicat kembali atau diganti
8.      Pemerintah seharusnya memberikan sokongan dana yang cukup untuk menjalankan pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug, sehingga perawatan lingkungan, fasilitas, flora dan fauna yang ada terjamin.
9.      Kebun binatang sebaiknya diberikan posisi dan kedudukan yang setara dengan dinas lainnya sehingga mendapat perhatian yang sama oleh pemerintah.
10.  Tiket masuk harus sesuai dengan fasilitas yang disediakan oleh pengelola Taman Satwa Taru Jurug.
11.  Pengelola harus memberikan rasa nyaman, tenang, dan aman bagi pengunjung yang datang dalam perwujudan pengamanan yang baik dan penyediaan sarana yang dibutuhkan.
12.  Peremajaan warung tempat dagang, karena penataannya sudah cukup baik namun bangunan untuk berjualan sudah cukup usang agar minat pembeli meningkat.
13.  Penanaman flora yang berwarna seperti berbagai jenis bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga terbentuklah estetika taman yang indah.
14.  Pembentukan jalan satu arah ke seluruh area kebun binatang agar semua hewan yang ada dapat dilihat oleh pengunjung dan pengunjung pun tidak harus berbalik arah untuk kembali pulang.
15.  Mencari investor untuk Taman Satwa Taru Jurug, sehingga beban biaya dalam perawatan kebun binatang tersebut tidak membebani pemerintah daerah.
16.  Hewan-hewan lebih baik tidak berada di dalam kandang, lebih baik dibuat habitat hidupnya dengan pembatas berupa parit-parit dan penataan lainnya agar keamanan pengunjung juga terjamin, agar hewan-hewan tersebut tidak merasa terkurung dan stress.
17.  Penataan letak kandang yang terstruktur
18.  Pembersihan area dekat danau dan bagian danau, karena banyak pemancing di area tersebut sehingga tidak dipungkiri jika terdapat banyak sampah.
19.  Penambahan fauna agar lebih bervariasi dan lebih menarik minat pengunjung.
20.  Dilakukan pembersihan danau dari sampah- sampah, tanaman enceng gondok yang tumbuh tak terawat lalu diganti teratai namun dalam perawatan agar populasi tidak terlalu banyak.
21.  Menggaungkan slogan- slogan animal welfare, kepedulian terhadap lingkungan, satwa dan flora pada papan- papan di berbagai sudut lokasi taman.
22.  Menambahkan deskripsi di setiap depan kandang satwa untuk sarana edukasi pengunjung.
23.  Memperbaiki diorama yang berisi gajah awetan dan hewan lain di pintu masuk lalu diberi deskripsi bernilai sejarah agar menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
24.  Memperbaiki dan meningkatkan fasilitas kemudian promosi tentang TSTJ dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memanjakan pengunjung seperti masjid yang berada di pinggiran danau, arena bermain anak, kereta mini untuk mengelilingi Taman Jurug, taman Gesang, aneka barang dagangan dan warung yang bervariasi serta fasilitas menunggang gajah dan unta, penampilan budaya pada waktu tertentu (promosi Taman Jurug sebagai Taman Satwa Taman Budaya Surakarta sekaligus) digalakkan.
25.  Bekerjasama dengan masyarakat pedagang di sekitar taman untuk menjual barang dagangan yang akan menjadi ciri khas apabila berkunjung ke TSTJ
26.  Melakukan perawatan pada taman Gesang yaitu memperbaiki jalan-jalan dan tembok yang runtuh dan licin, monumen pesawat  dan arena bermain anak yang rusak, serta pemotongan berkala pohon- pohon besar di taman Gesang tersebut untuk menambah intensitas cahaya yang masuk sehingga mengurangi suhu yang terlalu lembab.
27.  Memperbaiki fondasi terutama dipinggiran sungai agar tidak mudah longsor akibat banjir.





BAB III
PENUTUP

Taman Satwa Taru Jurug merupakan obyek wisata di Karisidenan Surakarta yang memiliki potensi yang melimpah baik dari keanekaragaman hewan, tumbuhan maupun obyek yang lainnya. Namun kawasan ini sekarang seperti tak bertuan, dikarenakan ketidakjelasan dalam pengelolaannya sehingga kurang optimal dalam pelaksanaannya dan kurang perhatiaanya pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat sekitar dalam memajukan Taman Satwa Taru Jurug ini. Ketidakjelasan pengelolaan menyebabkan kawasan ini kurang terawat sehingga masyarakat yang berkunjung kurang nyaman terhadap lingkungan didalam Taman Satwa Taru Jurug tersebut. Analisis ekologi TSTJ dari berbagai aspek telah dilakukan dan sekarang diperlukan tindakan yang optimal dalam penerapan beberapa analisis tersebut, supaya keseimbangan di dalam TSTJ dapat terjaga keberlangsungannya. Kerjasama dari masyarakat, pengelola, dan pemerintah daerah terutama pemda Solo diperlukan guna menjadikan TSTJ menjadi daerah wisata yang patut diperhitungkan serta menjadi ikon primadona wisata khususnya di daerah Karisidenan Surakarta maupun di Indonesia.

    


DAFTAR PUSTAKA