What's Your Number? Check This Out

Jumat, 21 Desember 2012

TugasKu: Makalah review jurnal (Teratologi) UJI EFEK TERATOGENIK PERASAN RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma alba Val.) PADA MENCIT BETINA

MAKALAH TERATOLOGI
UJI EFEK TERATOGENIK PERASAN RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma alba Val.) PADA MENCIT BETINA






           Nama        : Diana Putri Hapsari
           NIM          : M0410018


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012




BAB I
PENDAHULUAN

            Obat tradisional biasanya digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit yang diderita. Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan lain di luar ilmu kedokteran dan perawatan. Pengobatan tradisional sendiri dikenal mujarab dalam mengobati berbagai penyakit. Salah satu tanaman obat yang biasa digunakan adalah kunyit putih atau Curcuma alba Val. Rimpang kunyit putih banyak mengandung berbagai komponen kimia, antara lain minyak atsiri, tumerik, germakron, puranodienon, dan kurkumenon yang diduga dapat menimbulkan efek teratogenik, karena dapat mengurangi bahkan menghilangkan sel kanker terutama kanker payudara dan leher rahim. Umumnya kerja dari obat anti kanker berdasarkan atas gangguan salah satu proses sel yang efisiensial karena tidak ada perbedaan kualitatif antara sel kanker dengan sel normal. Di dalam jurnal ini akan meneliti rimpang kunyit putih apakah mempunyai efek teratogenik pada fetus mencit saat masa organogenesis, dimana perasan rimpang kunyit putih digunakan sebagai obat anti kanker.




BAB II
ISI

  1. Metode Penelitian
1.      Penyiapan bahan penelitian
Rimpang kunyit putih dibersihkan dan dicuci dengan air, kemudian dipotong kecil-kecil dan diperas dengan alat juicer. Perasan dipisahkan dengan ampasnya, lalu ditimbang masing-masing  2gr, 4gr, 6gr dan 8gr yang kemudian semua ditambahkan air suling sampai dengan 100 ml agar memperoleh konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8%.
2.      Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina dan jantan dewasa yang sehat dan subur, berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 20 – 30 gram. Kemudian mencit dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor betina dan 3 ekor jantan. Mencit betina yang ositif bunting digunakan untuk penelitian.
3.      Pemeriksaan apus vagina
Pipet yang berujung halus diisi dengan 2-3 tetes air suling, kemudian ujung pipet dimasukkan ke dalam saluran vagina, lalu disemprotkan dan dihisap kembali dengan beberapa kali pengulangan. Air yang mengandung sekret vagina ditetesi dengan 1 tetes metilen blue 0,1%. Setelah itu periksa dibawah mikroskop 10x10.  Jika terdapat sel epitel berinti maka mencit berada pada fase estrus dan siap dikawinkan.
4.      Pengawinan mencit
Mencit betina ditimbang untuk mengetahui berat badan awalnya, lalu dicampurkan dengan mencit jantan selama ±24 jam dengan perbandingan 5:3.  Setelah 24 jam, dilihat pada vagina mencit betina ada tidaknya sisa sperma, jika terdapat sisa sperma diperkirakan bahwa mencit tersebut telah kawin, lalu ditempatkan pada kandang lain.

5.      Pemberian sediaan uji
Hari pertama kebuntingan diperkirakan pada saat mencit betina dinyatakan positif bunting. Pada hari ke-7, semua mencit ditimbang satu per satu dan dipilih 5 ekor mencit yang telah bunting untuk diberi perlakuan. Awalnya mencit dipuasakan selama 3-4 jam dan diberi perasan rimpang kunyit putih per oral sesuai dosisnya, sekali setiap hari dari hari ke-7 sampai hari ke-13 sesuai dengan konsentrasi masing-masing, kemudian dihentikan pada hari ke-18.
6.      Pembedahan mencit betina dan pemeriksaan fetus
Awalnya mencit ditimbang satu per satu untuk mengetahui berat badan akhirnya. Kemudian dibius dengan eter dan diletakkan pada papan bedah. Bedah di bagian dada ke arah anus, kulit dibuka ke samping hingga isi perut terlihat. Bagian uterus dikeluarkan dengan menggunting ujungnya dan fetus dimasukkan ke larutan NaCl 0,9%. Jumlah fetus pada uterus kanan dan kiri dikeluarkan dengan menggunting kulit uterus secara hati-hati. Dihitung jumlah fetus yang mati dan hidup dan ditimbang satu per satu. Semua fetis kemudian dimasukkan dalam vial dan diberi larutan Bouin dengan perbandingan 5:1. Fetus dibiarkan selama 30 menit, lalu dibilas dengan air dingin dan dilakukan pemeriksaan terhadap mata, telinga, kaki, tengkorak, ekor dan lain-lain yang dianggap abnormal dibandingkan dengan kontrol.
  1. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.      Hasil
Total fetus dan berat rata-ratanya yang ditemukan pada konsentrasi 0%-2% tidak jauh berbeda, sedangkan semakin tinggi konsentrasinya semakin berkurang jumlah fetus dan berat rata-ratanya. Pada konsentrasi 6% jumlah fetus yang mati yaitu 2, sedangkan pada konsentrasi 8% jumlah fetus yang mati yaitu 8 dan pada konsentrasi 0%-4% tiidak ditemukan adanya fetus yang mati. Abnormalitas pada anatomi luar, konsentrasi 0%-2% fetus tidak terjadi abnormalitas. Pada konsentrasi 4% terdapat abnormalitas pada kaki. Pada konsentrasi 6% terdapat abnormalitas pada mata, telinga dan ekor. Pada konsentrasi 8% terdapat abnormalitas pada mata, telinga, kaki dan ekor. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin banyak pula abnormalitas yang terjadi.
2.      Pembahasan
Jumlah fetus ditemukan berbeda karena adanya penyusutan fetus tanpa bekas dan adanya pengaruh aborsi maupun pemberian dosis teratogen yang berlebihan. Hubungan antara penurunan berat badan dengan bertambahnya konsentrasi sangat erat, karena makin tinggi konsentrasi semakin mempengaruhi pembelahan sel fetus sehingga frekuensi pembelahan sel menurun yang berakibat menurunnya berat fetus.
Jika dosis teratogen terlampaui maka akan menyebabkan matinya sel yang juga menyebabkan kematian embrio dan dapat pula disebabkan oleh zat-zat yang mengganggu replikasi, transkripsi DNA yang dapat menyebabkan kematian se yang disebabkan oleh kerusakan DNA.
Konsentrasi 2% dan 4% diketahui belum mampu memberikan pengaruh pada mata, telinga dan ekor. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan menimbulkan seringnya terjadi cacat pada mata, telinga kaki dan ekor. Persentase kecacatan yang tertinggi terdapat pada mata. Cacat mata yang terjadi adalah tidak adanya kelopak mata dan mengecilnya bola mata. Cacat pada telinga yaitu tidak terbentuknya telinga dengan sempurna. Tipe cacat lain yang ditemukan antara lain leher kecil, bentuk kepala yang tidak sempurna serta kaki pendek dan mengecil.

BAB III
KESIMPULAN

Pemberian perasan rimpang kunyit putih dengan konsentrasi 2% - 8%  menyebabkan efek teratogenik pada fetus dengan mempengaruhi pembelahan sel fetus. Cacat mata sering terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi perasan kunyit putih yang diberikan, maka semakin berkurang pula berat badan fetus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar